2) Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
Jumat, 19 Mei 2017
Macam-macam Shalat Wajib
1)
Sholat
Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud
dan satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+
pukul 19:00 s/d menjelang fajar)yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah
(sebelum) dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.
2) Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
3) Sholat
Lohor (Dhuhur) yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at
matahari tepat di atas kepala (tegak lurus) + pukul 12:00 siang, yang
diiringi dengan sholat sunnah qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua
raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at dengan satu kali salam).
4) Sholat
Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud
dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari
tergelincir (+ pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya
diiringi oleh sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at
(satu kali salam).
5)
Sholat
Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud
dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari
terbenam (+ pukul 18:00) yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua
raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam, sedang sholat sunnah
qobliyah hanya dianjurkan saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan
(karena akan kehabisan waktu).
2) Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
Syarat Wajib Shalat
Syarat wajib shalat yaitu:
Islam. Setiap orang yang beragama Islam diwajibkan untuk shalat tetapi bagi non muslim tidak diwajibkan shalat.
Baligh/ mencapai usia dewasa. Bagi perempuan dikatakan baligh apabila telah keluar darah haid. Dan untuk laki-laki ketika berusia 15 tahun atau telah keluar sperma.
Berakal. Bagi yang tidak berakal sehat tidak diwajibkan untuk shalat.
Tidak dalam keadaan haid atau nifas.
Telah sampai dakwah tentang shalat kepadanya.
Syarat Sah Shalat
A. Mengetahui Masuknya Waktu
Berdasarkan firman Allah:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“… Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [An-Nissa’: 103].
Tidak sah shalat yang dikerjakan sebelum masuknya waktu ataupun setelah keluarnya waktu kecuali ada halangan.
B. Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
C. Kesucian Baju, Badan, dan Tempat yang Digunakan Untuk Shalat
Dalil bagi disyaratkannya kesucian baju adalah firman Allah:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan Pakaianmu bersihkanlah.” [Al-Muddatstsir: 4].
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ، وَلِيَنْظُرْ فِيْهِمَا فَإِنْ رَأَى خَبَثًا، فَلْيَمْسَحْهُ بِاْلأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهِمَا.
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.”[2]
Adapun dalil bagi disyaratkannya kesucian badan adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Ali. Dia menanyai beliau tentang madzi dan berkata:
تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ.
“Wudhu’ dan basuhlah kemaluanmu.” [3]
Beliau berkata pada wanita yang istihadhah:
اِغْسِلِيْ عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّيْ.
“Basuhlah darah itu darimu dan shalatlah.” [4]
Adapun dalil bagi sucinya tempat adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya di saat seorang Badui kencing di dalam masjid:
أَرِيْقُوْا عَلى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ.
“Siramlah air kencingnya dengan air satu ember.” [5]
Catatan:
Barangsiapa telah shalat dan dia tidak tahu kalau dia terkena najis, maka shalatnya sah dan tidak wajib mengulang. Jika dia mengetahuinya ketika shalat, maka jika memungkinkan untuk menghilangkannya -seperti di sandal, atau pakaian yang lebih dari untuk menutup aurat- maka dia harus melepaskannya dan menyempurnakan shalatnya. Jika tidak memungkinkan untuk itu, maka dia tetap melanjutkan shalatnya dan tidak wajib mengulang.
Berdasarkan hadits Abu Sa’id: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat lalu melepaskan kedua sandalnya. Maka orang-orang pun turut melepas sandal-sandal mereka. Ketika selesai, beliau membalikkan badan dan berkata, ‘Kenapa kalian melepas sandal kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami melihat Anda melepasnya, maka kami pun melepasnya.’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa pada kedua sandalku terdapat najis. Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah membalik sandalnya dan melihatnya. Jika dia melihat najis, hendaklah ia gosokkan ke tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.’”[6]
D. Menutup Aurat
Berdasarkan firman Allah:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid…” [Al-A’raaf: 31].
Yaitu, tutupilah aurat kalian. Karena mereka dulu thawaf di Baitullah dengan telanjang.
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan penutup kepala (jilbab).” [7]
Aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Sebagaimana dalam hadits ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu anhum, dari ayahnya, dari kakeknya, secara marfu’:
مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ.
“Antara pusar dan lutut adalah aurat.” [8]
Dari Jarhad al-Aslami, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat ketika aku mengenakan kain yang tersingkap hingga pahaku terlihat. Beliau bersabda:
غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ.
“Tutuplah pahamu. Karena sesungguhnya paha adalah aurat.” [9]
Sedangkan bagi wanita, maka seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya dalam shalat.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ.
“Wanita adalah aurat.” [10]
Juga sabda beliau:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah pernah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan kain penutup.” [11]
E. Menghadap ke Kiblat
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“… maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya…” [Al-Baqarah: 150].
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang buruk dalam shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِعِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ.
“Jika engkau hendak shalat, maka berwudhu’lah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke Kiblat…” [12]
Boleh (shalat) dengan tidak menghadap ke Kiblat ketika dalam keadaan takut yang sangat dan ketika shalat sunnat di atas kendaraan sewaktu dalam perjalanan.
Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…” [Al-Baqarah: 239].
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Menghadap ke Kiblat atau tidak menghadap ke sana.”
Nafi’ berkata, “Menurutku, tidaklah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma menyebutkan hal itu melainkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [13]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja dan shalat Witir di atasnya. Namun, beliau tidak shalat wajib di atasnya.” [14]
Catatan:
Barangsiapa berusaha mencari arah Kiblat lalu ia shalat menghadap ke arah yang disangka olehnya sebagai arah Kiblat, namun ternyata salah, maka dia tidak wajib mengulang.
Dari ‘Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan di suatu malam yang gelap dan kami tidak mengetahui arah Kiblat. Lalu tiap-tiap orang dari kami shalat menurut arahnya masing-masing. Ketika tiba waktu pagi, kami ceritakan hal itu pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat:
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
“… maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah…” [Al-Baqarah: 115].”[15]
F. Niat
Hendaklah orang yang ingin shalat meniatkan dan menentukan shalat yang hendak ia kerjakan dengan hatinya, misalnya seperti (meniatkan) shalat Zhuhur, ‘Ashar, atau shalat sunnahnya [16]. Tidak disyari’atkan mengucapkannya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkannya. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau mengucapan, “Allaahu Akbar,” dan tidak mengucapkan apa pun sebelumnya. Sebelumnya beliau tidak melafazhkan niat sama sekali, dan tidak pula mengucapkan, “Aku shalat untuk Allah, shalat ini, menghadap Kiblat, empat raka’at, sebagai imam atau makmum.” Tidak juga mengucapkan, “Tunai atau qadha’…”
Berdasarkan firman Allah:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“… Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [An-Nissa’: 103].
Tidak sah shalat yang dikerjakan sebelum masuknya waktu ataupun setelah keluarnya waktu kecuali ada halangan.
B. Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
C. Kesucian Baju, Badan, dan Tempat yang Digunakan Untuk Shalat
Dalil bagi disyaratkannya kesucian baju adalah firman Allah:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan Pakaianmu bersihkanlah.” [Al-Muddatstsir: 4].
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ، وَلِيَنْظُرْ فِيْهِمَا فَإِنْ رَأَى خَبَثًا، فَلْيَمْسَحْهُ بِاْلأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهِمَا.
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.”[2]
Adapun dalil bagi disyaratkannya kesucian badan adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Ali. Dia menanyai beliau tentang madzi dan berkata:
تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ.
“Wudhu’ dan basuhlah kemaluanmu.” [3]
Beliau berkata pada wanita yang istihadhah:
اِغْسِلِيْ عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّيْ.
“Basuhlah darah itu darimu dan shalatlah.” [4]
Adapun dalil bagi sucinya tempat adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya di saat seorang Badui kencing di dalam masjid:
أَرِيْقُوْا عَلى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ.
“Siramlah air kencingnya dengan air satu ember.” [5]
Catatan:
Barangsiapa telah shalat dan dia tidak tahu kalau dia terkena najis, maka shalatnya sah dan tidak wajib mengulang. Jika dia mengetahuinya ketika shalat, maka jika memungkinkan untuk menghilangkannya -seperti di sandal, atau pakaian yang lebih dari untuk menutup aurat- maka dia harus melepaskannya dan menyempurnakan shalatnya. Jika tidak memungkinkan untuk itu, maka dia tetap melanjutkan shalatnya dan tidak wajib mengulang.
Berdasarkan hadits Abu Sa’id: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat lalu melepaskan kedua sandalnya. Maka orang-orang pun turut melepas sandal-sandal mereka. Ketika selesai, beliau membalikkan badan dan berkata, ‘Kenapa kalian melepas sandal kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami melihat Anda melepasnya, maka kami pun melepasnya.’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa pada kedua sandalku terdapat najis. Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah membalik sandalnya dan melihatnya. Jika dia melihat najis, hendaklah ia gosokkan ke tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.’”[6]
D. Menutup Aurat
Berdasarkan firman Allah:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid…” [Al-A’raaf: 31].
Yaitu, tutupilah aurat kalian. Karena mereka dulu thawaf di Baitullah dengan telanjang.
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan penutup kepala (jilbab).” [7]
Aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Sebagaimana dalam hadits ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu anhum, dari ayahnya, dari kakeknya, secara marfu’:
مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ.
“Antara pusar dan lutut adalah aurat.” [8]
Dari Jarhad al-Aslami, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat ketika aku mengenakan kain yang tersingkap hingga pahaku terlihat. Beliau bersabda:
غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ.
“Tutuplah pahamu. Karena sesungguhnya paha adalah aurat.” [9]
Sedangkan bagi wanita, maka seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya dalam shalat.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ.
“Wanita adalah aurat.” [10]
Juga sabda beliau:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah pernah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan kain penutup.” [11]
E. Menghadap ke Kiblat
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“… maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya…” [Al-Baqarah: 150].
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang buruk dalam shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِعِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ.
“Jika engkau hendak shalat, maka berwudhu’lah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke Kiblat…” [12]
Boleh (shalat) dengan tidak menghadap ke Kiblat ketika dalam keadaan takut yang sangat dan ketika shalat sunnat di atas kendaraan sewaktu dalam perjalanan.
Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…” [Al-Baqarah: 239].
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Menghadap ke Kiblat atau tidak menghadap ke sana.”
Nafi’ berkata, “Menurutku, tidaklah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma menyebutkan hal itu melainkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [13]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja dan shalat Witir di atasnya. Namun, beliau tidak shalat wajib di atasnya.” [14]
Catatan:
Barangsiapa berusaha mencari arah Kiblat lalu ia shalat menghadap ke arah yang disangka olehnya sebagai arah Kiblat, namun ternyata salah, maka dia tidak wajib mengulang.
Dari ‘Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan di suatu malam yang gelap dan kami tidak mengetahui arah Kiblat. Lalu tiap-tiap orang dari kami shalat menurut arahnya masing-masing. Ketika tiba waktu pagi, kami ceritakan hal itu pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat:
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
“… maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah…” [Al-Baqarah: 115].”[15]
F. Niat
Hendaklah orang yang ingin shalat meniatkan dan menentukan shalat yang hendak ia kerjakan dengan hatinya, misalnya seperti (meniatkan) shalat Zhuhur, ‘Ashar, atau shalat sunnahnya [16]. Tidak disyari’atkan mengucapkannya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkannya. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau mengucapan, “Allaahu Akbar,” dan tidak mengucapkan apa pun sebelumnya. Sebelumnya beliau tidak melafazhkan niat sama sekali, dan tidak pula mengucapkan, “Aku shalat untuk Allah, shalat ini, menghadap Kiblat, empat raka’at, sebagai imam atau makmum.” Tidak juga mengucapkan, “Tunai atau qadha’…”
Rukun Shalat
1. Berdiri tegak
Berdiri tegak pada saat shalat fardhu
untuk orang yang mampu, Dalilnya terdapat pada firman Allah ‘azza wa
jalla QS:Al-Baqarah:238,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada HR. Al-Bukhary,
“Shalatlah dengan berdiri…”
2. Takbiiratul-ihraam,
Takbiiratul-ihraam ialah mengucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan ucapan atau kata lain.
3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan rukun pada setiap raka’at, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Muttafaqun ‘alaih,
Membaca Al-Fatihah merupakan rukun pada setiap raka’at, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Muttafaqun ‘alaih,
4. Ruku’
5. I’tidal atau Berdiri tegak setelah ruku’
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Duduk di antara dua sujud
membahas Duduk di antara dua sujud terdapat Dalil dari rukun ini ialah firman Allah ‘azza wa jalla QS: Al-Hajj:77,
membahas Duduk di antara dua sujud terdapat Dalil dari rukun ini ialah firman Allah ‘azza wa jalla QS: Al-Hajj:77,
8. Thuma’ninah dalam semua amalan shalat
9. Tertib urutan untuk tiap rukun yang dikerjakan
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
10. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk dalam urutan rukun shalat sesuai hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud
atas kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih,
assalaamu ‘alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa
jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan
Mikail ‘alaihis salam)’, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat
dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu
Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.
11. Duduk Tasyahhud Akhir
Membahas tentang Duduk Tasyahhud Akhir, Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh (Muttafaqun ‘alaih),
12. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
13. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dua kali salam,
Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dua kali salam,
Itulah tadi pembahasan mengenai rukun shalat,
setelah anda membaca artikel dari kami semoga anda akan lebih
mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengerjakan ibadah
sholat agar lebih khusuk dan sholat diterima pahalanya.
Hukum Shalat
Hukum salat dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
- Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
- Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu, dan salat Jumat (fardhu 'ain untuk pria).
- Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat jenazah.
- Salat sunah
(salat nafilah) adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan
akan tetapi tidak diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua,
yaitu:
- Nafil muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat sunah thawaf.
- Nafil ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
Pengertian Shalat
Salat ([sαlat'] bahasa Arab: صلاة; transliterasi: alāt; variasi ejaan: shalat, solat, sholat) merujuk kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantah perintah Allah.[1] Umat muslim diperintahkan untuk mendirikan salat karena menurut Surah Al-'Ankabut dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
"...dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)."
Macam-macam Zakat
Zakat Fitrah
Zakat fitrah atau zakat badan adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim mukallaf (orang yang dibebani kewajiban oleh Alloh) untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa atau orang yang menjadi tanggungannnya.Jumlah yang harus dikeluarkan adalah sebanyak satu sha' (1.k 3,5 liter/2,5 Kg) per jiwa, yang didistribusikan pada tanggal 1 Syawal setelah sholat subuh sebelum sholat Iedul Fitri.
Poin-poin penting yang harus diketahui tentang zakat fitrah:
- Hukum Zakat Fitrah
Hukum zakat fitrah adalah wajib. Setiap umat islam wajib menunaikan zakat fitrah untuk membersihkan dan mensucikan diri serta membantu jiwa-jiwa yang kelaparan karena dibelit kemiskinan.
Dalil dalil yang menerangkan kewajiban zakat fitrah yaitu sebagai berikut:قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (١٤) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Artinya: "Sungguh berbahagialah orang yang mengeluarkan zakat (fitrahnya), menyebut nama Tuhannya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat (iedul fitri)." (Q.S Al-A'la ayat 14-15).
Menurut riwayat Ibnu Khuzaimah, ayat diatas diturunkan berkaitan dengan zakat fitrah, takbir hari raya, dan sholat ied (hari raya). Menurut Sa'id Ibnul Musayyab dan Umar bin Abdul Aziz: "Zakat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah zakat fitrah". Menurut Al-Hafidh dalam "Fathul Baari": "Ditambah nama zakat ini dengan kata fitri karena diwajibkan setelah selesai mengerjakan shaum romadhon."
Lebih tegas lagi dalil tentang wajibnya zakat fitrah dalam sebuah hadits yang diterima oleh Ibnu Abbas yang artinya:
"Rosululloh SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang shaum dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan selama mereka shaum, dan untuk menjadi makanan bagi orang orang yang miskin. (H.R. Abu Daud) - Kadar (Prosentase/Ukuran) Zakat Fitrah
Ukuran zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim adalah sebanyak satu Sha' dari makanan pokok. hal ini sesuai dengan dua hadits berikut ini yang artinya:
"Kami mengeluarkan (zakat fitrah) di zaman Rosululloh SAW pada iedul fitri sebanyak satu Sha' dari makanan". (H.R. Bukhari)
"Adalah kami (para sahabat) di masa Rosululloh SAW mengeluarkan zakat fitrah satu sha' makanan atau satu sha' tamar (kurma), atau satu sha' sya'ir (padi belanda), atau satu sha' aqith (susu yang telah kering yang tidak diambil buihnya, atau semacam makanan yang terbuat dari susu, dimasak, sesudah itu dibiarkan lalu diletakkan di kain perca agar menetes kebawah), atau satu sha' zahib (kismis)". (H.R. Bukhari)
Hadits diatas menyatakan bahwa kadar zakat fitrah itu satu sha' makanan. Pada hadits diatas makanan yang dimaksud adalah: tamar, sya'ir, zabib, dan aqith. Itulah jenis makanan yang dikeluarkan untuk zakat fitrah pada masa Rosululloh SAW.
Zakat Maal
Zakat maal atau zakat harta benda, telah diwajibkan oleh Alloh SWT sejak permulaan Islam, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Sehingga tidak heran jika ibadah zakat ini menjadi perhatian utama islam, sampai-sampai diturunkan pada masa awal islam diperkenalkan kepada dunia. Karena didalam islam, urusan tolong menolong dan kepedulian sosial merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun peradaban sosial bermasyarakat islami yang berada didalam naungan Alloh SWT sang pengatur rezeki.Pada awalnya, zakat diwajibkan tanpa ditentukan kadar dan jenis hartanya. Syara' hanya memerintahkan agar mengeluarkan zakat, banyak-sedikitnya diserahkan kepada kesadaran dan kemauan masing-masing. Hal itu berlangsung hingga tahun ke-2 hijrah. Pada tahun itulah baru kemudian Syara' menetapkan jenis harta yang wajib dizakati serta kadarnya masing-masing. Namun mustahiq zakat pada saat itu hanya dua golongan saja, yaitu fakir dan miskin.
Adapun pembagian zakat kepada 8 ashnaf (golongan/kelompok) baru terjadi pada tahun ke 9 hijrah. Karena ayat tersebut diwahyukan pada tahun 9 Hijrah. Namun demikian Nabi SAW tidak sepenuhnya membagi rata kepada 8 golongan tersebut, beliau membagikannya kepada golongan-golongan yang dipandang perlu dan mendesak untuk disantuni.
Hal ini seperti terjadi pada saat Nabi SAW mengutus Mu'adz bin Jabal pergi ke Yaman untuk menjadi gubernur di sana, dan memerintahkannya untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang fakir di Yaman. Al-Bukhori menerangkan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada tahun ke-10 hijrah sebelum Nabi SAW menunaikan Haji Wada'.
Jadi, Q.S At-Taubah ayat 60 menerangkan bahwa penerima zakat itu ada 8 golongan. Merekalah yang berhak menerima zakat, sementara diluar golongan itu tidak berhak menerima zakat. Namun diantara mustahiq yang 8 tersebut tidak harus semuanya menerima secara rata, tapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan skala prioritas.
Zakat maal ini terdiri dari beberapa macam, yaitu: zakat emas/perak/uang, zakat ziro'ah, zakat ma'adin, zakat rikaz, zakat tijaroh.
- Zakat Emas, Perak, dan Uang
Emas dan perak yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan zakatnya. Dalilnya yaitu surat Attaubah ayat 34-35 yang artinya:
"Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Alloh, peringatkanlah mereka tentang adzab yang pedih. Pada hari emas dan perak dipanaskan dalam api neraka, lalu dibakar dengannya dahi-dahi mereka, rusuk-rusuk, dan punggung, maka dikatakan kepada mereka, "Inilah kekayaan yang kalian timbun dahulu, rasakanlah oleh kalian kekayaan yang kalian simpan itu". (Q.S. At-Taubah ayat 34-35)
Lalu ada juga sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya:
"Tidak ada seorang pun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat akan dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan didalam neraka jahannam, kemudian digosokkan pada lambung, dahi, dan punggungnya, dengan kepingan itu; setiap kepingan itu dingin, akan dipanaskan kembali. Pada (hitungan) satu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Alloh menyelesaikan urusan dengan hambanya". (H.R Muslim)
Dari keterangan diatas, jelaslah bagi pemilik emas dan perak, wajib mengeluarkan zakat, karena jika tidak, ancaman dari Alloh sudah menantinya.
Nishab emas sebesar 20 dinar (90 gram), dan nishab perak sebesar 200 dirham (600 gram), dan nishab uang yaitu jika sudah senilai dengan emas 20 gram atau perak 200 dirham. Sementara kadar zakatnya sebanyak 2,5%. Zakat emas ini dikeluarkan jika sudah mencapai haul (setahun sekali). Perhatikan keterangan dibawah ini:
"Bila kau mempunyai 200 dirham dan sudah cukup masanya setahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham (2,5%). Dan emas hanya dikenakan zakat bila sudah mencapai 20 dinar. Apabila engkau memiliki 20 dinar dan telah sampai setahun kau miliki, maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih sesuai perhitungannya". (H.R. Abu Daud)
Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa apabila seseorang menyimpan emas dan perak (baik dalam bentuk emas batangan maupun perhiasan) maka wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab dan haul.
Contoh kasus:
Seorang ibu memiliki emas sebanyak 200 gram. Maka zakat yang harus dikeluarkannya adalah sebagai berikut:
2,5% x 200 gram = 5 gram
Asumsi harga 1 gram emas = Rp. 80.000,- jadi zakatnya: 5 x Rp. 80.000,- = Rp. 400.000,-
Zakat tersebut dikeluarkan satu tahun sekali, selama emas itu masih disimpan dan menjadi milik ibu tersebut. - Zakat Ziro'ah (pertanian/segala macam hasil bumi)
Mengenai zakat tumih-tumbuhan, Alloh SWT telah menetapkannya dalam Al-Quran surat Al-An'am ayat 141 yang artinya:
"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan yang tidak sama (rasanya). Makanlah buahnya (yang bermacam-macam itu) bila berbuah, dan tunaikanlah haknya dari hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkannya zakat); dan jangan lah kamu berlebihan, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebihan". (Q.S. Al-An'am: 141)
Dan juga Q.S. Al-Baqoroh: 267 yang artinya:
"Hai orang orang yang beriman, belanjakanlah (zakatkanlah) sebagian yang baik-baik dari harta yang kamu usahakan dan dari apa yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi.." (Q.S. Al-Baqoroh: 267)
Hasil bumi wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab yaitu 5 wasaq (650 Kg). Adapun kadar zakatnya ada dua macam, yaitu:
Pertama, jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) maka kadar zakatnya adalah 10%.
Kedua, jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang maka kadar zakatnya adalah 5%. - Zakat Ma'adin (Barang Galian)
Yang dimaksud ma'adin (barang galian) yaitu segala yang dikeluarkan dari bumi yang berharga seperti timah, besi, emas, perak, dll. Adapula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ma'adin itu ialah segala sesuatu yang dikeluakan (didapatkan) oleh seseorang dari laut atau darat (bumi), selain tumbuh-tumbuhan dan makhluk bernyawa.
Zakat ma'adin dikeluarkan setiap mendapatkannya tanpa nishab, kadar zakatnya adalah 2,5%. Perhatikan dalil dibawah ini:
"Bahwa rosululloh SAW telah menyerahkan ma'adin qabaliyah kepada Bilal bin Al-Harts Al-Muzanny, ma'adin itu hingga kini tidak diambil darinya, melainkan zakat saja." (H.R. Abu Daud dan Malik)
Hadits diatas menunjukkan bahwa ma'adin itu ada zakatnya dan menyatakan bahwa dari ma'adin itu tidak diambil melainkan zakat saja. Dari kedua keterangan tersebut bisa dipahami bahwa zakat yang diambil dari ma'adin itu adalah zakat emas dan perak, yaitu 2,5%. - Zakat Rikaz (Harta Temuan/Harta Karun)
Yang dimaksud rikaz adalah harta (barang temuan) yang sering dikenal dengan istilah harta karun. Tidak ada nishab dan haul, besar zakatnya 20%. Perhatikan dalil berikut:
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda mengenai harta kanzun (simpanan lama) yang didapatkan seseorang ditempat yang tidak didiami orang: Jika engkau dapatkan harta itu ditempat yang didiami orang, hendaklah engkau beritahukan, dan jika engkau dapatkan harta itu ditempat yang tidak didiami orang, maka disitulah wajib zakat, dan pada harta rikaz, (zakatnya) 1/5". (H.R. Ibnu Majah)
Maksud dari hadits diatas adalah barang siapa yang mendapatkan dalam suatu penggalian harta simpanan orang bahari atau menemukannya di suatu desa yang tidak didiami orang, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 1/5 atau 20%.
Zakat rikaz dikeluarkan oleh penemunya sekali saja, ketika ia menemukan rikaz tersebut. - Zakat Binatang Ternak
Seorang yang memelihara hewan ternak (beternak) wajib mengeluarkan zakatnya berdasarkan dalil berikut:
"Tidak ada seorang laki-laki yang mempunyai unta, lembu, atau kambing yang tidak diberikan zakatnya, melainkan datanglah binatang-binatang itu pada hari kiamat keadaannya lebih gemuk dan lebih besar dibandingkan ketika di dunia, lalu mereka menginjak-injaknya dengan telapak-telapaknya dan menanduknya dengan tanduk-tanduknya setelah binatang-binatang itu berbuat demikian, diulanginya lagi dan demikianlah terus-menerus hingga Alloh selesai menghukum para manusia". (H.R. Bukhori)
Yang dimaksud binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah apa yang didalam bahasa arab disebut Al-An'am, yakni binatang yang diambil manfaatnya. Binatang-binatang tersebut adalah unta, kambing/biri-biri, sapi, kerbau.
"Setiap unta yang digembalakan, zakatnya setiap 40 ekor adalah seekor anak untu betina yang selesai menyusu". (H.R. Ahmad, Nasa'i, Abu Dawud)
"...Dan pada kambing yang digembalakan, bila ada 40 ekor, zakatnya seekor kambing. Jika hanya punya 39 ekor, maka tidak terkena kewajiban zakat". (H.R. Abu Daud)
Zakat ternak ini dikeluarkan setiap tahun dan apabila telah mencapai nishab. - Zakat Tijaroh
Ketentuan zakat ini adalah tidak ada nishab, diambil dari modal (harga beli), dihitung dari barang yang terjual sebesar 2,5%.
Adapun waktu pembayaran zakatnya, bisa ditangguhkan hingga satu tahun, atau dibayarkan secara periodik (bulanan, triwulan, atau semester) setiap setelah belanja, atau setelah diketahui barang yang sudah laku terjual. Zakat yang dikeluarkan bisa berupa barang dagangan atau uang seharga barang tersebut.
Rosululloh SAW bersabda: "Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu selalu dihadiri (disertai) kemaksiatan dan sumpah oleh karena itu kamu wajib mengimbanginya dengan sedekah (zakat)", (H.R. Ahmad)
"Adalah Rosululloh SAW menyuruh kamui mengeluarkan zakat dari apa yang telah disediakan untuk dijual". (H.R. Abu Dawud)
Faedah Zakat
Faedah agama
- Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
- Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
- Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits muttafaq alaih, nabi juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
- Zakat merupakan sarana penghapus dosa.
Faedah akhlak
- Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
- Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
- Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
- Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
- Menjadi tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
Faedah kesosialan
- Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
- Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
- Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
- Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
- Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
Untuk pengembangan potensi ummat
Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia di mana pun.
Pengertia Zakat
Zakat (Bahasa Arab: زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya).Zakat dari segi bahasa berarti bersih,suci,subur,berkat dan berkembang.Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.
Macam-Macam Shaum Wajib
- Shaum ramadlan
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَ
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia ibadah shaum pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya shaum), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Qs.2:185
Kalimat فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ menegaskan bahwa siapapun yang tahu bahwa sudah tiba bulan ramadlan maka wajib baginya untuk melaksanakan ibadah shaum. Tegasnya penyebab diwajibkan shaum, adalah tibanya bulan ramadlan. Jika tidak bisa melaksanakannya pada bulan tersebut, baik karena sakit ataupun di perjalanan yang tidak memungkinkkannya, maka mesti mengantinya di hari atau bulan yang lain. Dengan demikian, jika tidak bisa melaksanakan shaum tepat waktu di bulan ramadlan, maka hokum shaum di luar ramadlan menjadi wajib, yang jumlahnya tergantung yang ditingalkan di bulan ramadlan. Namun jika di hari lain atau bulan yang lain pun tidak mampu melaksaakannya, baik karena penyakit yang tidak kunjung sembuh atau karena penyebab lain yang tidak memungkinkan shaum selamanya, maka penggantinya adalah fidyah.
- Shaum Kafarat
(a). Kafarat sumpah
Jika seseorang mengucapkan sumpah kemudian melanggarnya, atau bernadzar tapi tidak memenuhinya, maka melaksanakan kafarat sebagai berikut:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak disengaja, maka kafarat melanggar sumpah ialah: memberi makan sepuluh orang miskin dari yang biasa kamu berikan kepada keluargamu: atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan hamba sahaya. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukan demikian, maka kafaratnya shaum sebanyak tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah bila kamu bersumpah dan kamu langgar. Jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu sebagian hukum-Nya agar kamu bersyukur“. (Q.S. 5 Al-Maidah: 89)
Menurut Ibnu Abbas, kalimat أَوْ atau yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan adanya kafarat yang boleh dipilih antara memberi makan, memberi pakaian, memerdekakan hamba sahaya, atau shaum tiga hari. Namun pada ayat tersebut ditegaskan فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ (barang siuapa yang tidak menemukan, maka hendaklah shaum tiga hari). Penegaskan ini jelas bahwa kafarat sumpah dengan ibadah shaum itu meupakan alternative terakhir jika yang melanggar sumpah itu tidak mampu kafarat dengan memberi makan sepuluh orang miskin, tidak mampu pula memerdekakan hamba sahaya. Tegasnya memberi makan sepuluh orang miskin sebagai kafarat sumpah lebih diutamakan di banding shaum. Shaum kafarat sumpah menjadi hukumnya wajib, bila tidak mampu memberi makan sepuluh orang miskin.
(b). Kafarat Pembunuhan Tidak Sengaja
Al-Qur`an menetapkan adanya hukum Qishash dalam pembunuhan. Ketetapan tersebut berlaku dalam pembunuhan yang disengaja atau direncanakan. Jika pembunuhan itu tidak disengaja, maka tidak ada hukum Qishash. Yang dimaksud pembunuhan tidak disengaja di sini ialah pembunuhan yang tidak direncanakan melainkan hanya kesalahan. Contohnya: Niat membunuh binatang buruan tapi ternyata menimpa manusia hingga meninggal, bisa juga terjadi dalam lalulintas seperti sedang tenang menjalankan kendaraan, tahu-tahu ada orang yang lewat dan tertabrak hingga tewas. Pembunuhan semacam ini walau tidak disengaja tetap mendapat hukuman sebagai taubat kepada Allah SWT. Adapun ketentuan kafaratnya dapat dilihat pada ayat berikut:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min yang lain kecuali tersalah atau tidak disengaja. Barangsiapa membunuh seorang mu’min tidak disengaja, maka hendaklah ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat atau denda yang diserahkan kepada kelurga si terbunuh, kecuali jika mereka mensedekahkannya. Jika si terbunuh dari kaum yang memusuhi, padahal beriman, maka hendak-lah pembunuh itu memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Jika si terbunuh itu dari kaum kafir yang telah mengadakan perjanjian antara kamu dengan mereka, maka hendaklah pembunuh itu membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga terbunuh serta memerdekakan hamba sahaya mu’min. Barangsiapa yang tidak memperoleh hamba sahaya maka hendaklah pembunuh shaum dua bulan berturut sebagai sarat diterima taubat. Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana“. (QS. 4:92).
Berdasar ayat ini kafarat pembunuhan tidak sengaja atau tanpa recana adalah dengan membayar diyat, memberi santunan pada ahli waris korban dan memerdekakan hamba sahaya. Kemudian ditegaskan فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ barangsiapa yang tidak menemukan untuk kafarat tersebut, maka mesti shaum selama dua bulan berturut-turut. Dengan demikian shaum kafarat menjadi wajib hukumnya bila tidak dapat memenuhi ketentuan memerdekakan hamba sahaya dalam menutupi kesahalan pembunuihan tidak sengaja.
(c ). Kafarat Jima’ Siang Ramadlan
Melakukan jima’ suami istri pada malam hari Ramadlan, adalah diperbolehkan sebagaimana telah dijelaskan pada kajian Qs.2:187 yang lalu. Namun jika melakukannya di siang hari termasuk dosa besar yang harus melakukan kafarat. Abi Hurairah menerangkan:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
Seorang laki-laki menghadap Rasul SAW mengatakan “binasalah aku”. Rasul SAW bertanya “ada apa denganmu?”. Dia menjawab “saya menggauli istriku di siang hari bulan ramadlan?”. Rasul SAW bertanya: “Punyakah kau memerdekakan hamba sahaya?”. Dia menjawab “tidak?”. Rasul SAW bertanya lagi “Sanggupkah engkau shaum dua bulan berturut-turut?”. Laki-laki itu menjawab “Tidak”. Rasul SAW bersabda:”sanggupkah engkau memberi makan enampuluh orang miskin?”. Dia menjawab “Tidak”. Tidak lama kemudian shahabat dari Anshar menyumbang satu karung/keranjang penuh berisi kurma. Rasul bersabda: “ambilah makan ini dan bersedekahlah dengannya!”. Laki-laki itu bertanya: “apakah mesti diberikan kepada orang yang lebih miskin dari kami?”, wahai Rasul! Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak ada di antara dua perbatasan keluarga yang lebih miskin dari kami! Kepada siapa kami harus memberikannya? Rasul SAW bersabda “Pergilah dan berikan kepada keluargamu“. Hr. al-Bukhari.
Berdasar Hadits Muttafaq Alaih ini, kafarat atau penebus dosa dari melakukan hubungan suami isteri di siang hari bulan ramadlan adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika tidak ada hamba sahaya, maka mesti menggantinya dengan shaum selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak sanggup shaum, maka mesti memberi makan enam puluh orang miskin.
Hadits ini juga memberi isyarat antara lain: (1) kafarat jima siang hari ramadlan adalah memerdekakan hamba sahaya, lebih diutamakan. Namun kalau tidak ada hamba sahaya tau tidak mampu mengeluaran biaya untuk itu, maka shaum dua bulan. (2) shaum dua bulan sebagai kafarat jima siang hari ramadlan diutamakan di banding memberi makan orang miskin, karena pelanggarannya memang pelanggaran ramadlan. (3) saking wajibnya bayar kafarat, orang miskin pun mesti membayarnya. Kalau tidak mampu bayar, maka sebaiknya ada orang kaya yang menyumbang untuk membayarkannya sebagaimana dilakukan oleh kaum Anshar yang diriwayatkan dalam hadits ini. (4) Kafarat diberikan kepada orang yang lebih miskin di banding yang membayarnya.
(d). Kafarat dalam ibadah haji
Allah berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan sempurnakan ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung musuh atau sakit, maka sembelihlah hadyu yang sudah didapat, janganlah kamu bercukur sebelum waktunya tiba. Jika ada yang sakit atau gangguan di kepala lalu bercukur, maka wajib atasnya fidyah yaitu shaum kafarat atau memerdekakan atau berqurban. Apabila kamu telah aman, maka bagi orang yang mengerjakan umrah sebelum haji maka wajiblah ia menyembelih hadyu yang mudah didapat. Jika tidak menemukan hadyu, maka wajib melakukan shaum sebanyak tiga hari, selama masa haji dan tujuh hari setelah pulang ketempat tinggalnya. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan tersebut berlaku bagi orang yang keluarganya yang tidak berada di sekitar Masjidil-Haram. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah itu Maha Keras siksaan-Nya. (Q.S. Al-Baqarah: 196).
Berdasar ayat ini, ibadah shaum menjadi wajib apabilah jamaah haji: (1) meninggalkan salah satu kewajiban dalam haji dan umrah, dan tidak mampu membayar hadyu, maupun kafarat dengan yang lainnya. (2)memilih haji secara tamattu’a tapi tidak mampu membeli hewan untuk hadyu yang seharusnya disedekahkan pada orang yan berhak menerimanya; (3) melanggar larangan ihram dan tidak memiliki biaya untuk membayar kafarat yang seharusnya disedekahkan pada orang yang berhak menerimanya.
Adapun jumlah shaum yang mesti dilaksanakan adalah (1) sepeuluh hari dengan cara tiga hari di tanah suci, dan tujuh hari di tanah airnya masing-masing, berlaku bagi yang tidak mampu membayar hadyu di kala menunaikan haji secara tamattu’. (2) shaum sebanyak tiga hari bagi yang melanggar ihram, dan tidak mampu membayar kafarat yang seharusnya diberikan pada orang miskin. Tegasnya elama jamaah haji itu mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan biaya, maka hendaklah memilih kafarat berupa hadyu atau sedakah. Perhatikan pula hadits berikut:
عن كَعْب بْن عُجْرَة حَدَّثَهُ قَالَ وَقَفَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَةِ وَرَأْسِي يَتَهَافَتُ قَمْلًا فَقَالَ يُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَاحْلِقْ رَأْسَكَ أَوْ قَالَ احْلِقْ قَالَ فِيَّ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ إِلَى آخِرِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ أَوْ تَصَدَّقْ بِفَرَقٍ بَيْنَ سِتَّةٍ أَوْ انْسُكْ بِمَا تَيَسَّرَ
Diriwayatkan dari Ka’b bin ‘Ujrah menerangkan Rasul mengahmpiriku ketika di Hudzaibiyah (dalam keadaan ihram), sedangkan kepalaku penuh kutu, maka beliau bersabda: “barangkali kepalamu terkena serangga? Saya menjawab “betul”. Kemudian Rasul SAW bersabda “gunduli saja rambut kepalamu”. Ayat فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ ini turun berkaitan dengaku”. Rasul SAW bersabda “shaumlah kamu tiga hari, atau bersedekah sekitar tiga sha’ untuk enam orang, atau menyembelih hewan qurban yang mudah didapat. Hr. al-Bukhari. Berdasar hadits ini, jika seseorang terpaksa melanggar ihram, baik karena sakit atau sebab lainnya hendaklah membayar kafarat dengan menyembelih hewan. Kalau tidak mampu hendaklah bersedekah, atau shaum tiga hari.
- Shaum Nadzar
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang nadzar untuk taat kepada Allah. Hendaklah ia mentaati dengan mematuhi-Nya. Barangsiapa yang nadzar dengan ma’shiat, janganlah melaksanakan ma’shiat. Hr. al-Bukhari, Ibn Majah.
Berdasar hadits ini, hanya nadzar yang berbentuk taat kepada Allah yang harus dipenuhi. Jika yang dinadzarkan itu berbentuk ma’shiat, maka harus dilanggar dan diganti dengan kafarat sumpah. Jika nadzar itu bercampur dengan yang sesuai aturan Allah dan yang tidak sesuai, maka yang dilakukan hanya yang sesuai dengan aturan Allah. Ibnu Abbas menerangkan bahwa Rasulullah saw pernah menemukan seseorang sedang berjemur dari terik matahari karena nadzar untuk tidak berteduh dan tidak berbuka shaum selama tiga hari. Saat itu juga Rasulullah saw memerintah orang tersebut untuk membatalkan nadzarnya dengan kafarat shaum tiga hari. Oleh karena itu bernadzar dengan shaum boleh dilaksanakan. Adapun jumlah shaum nadzar tergantung kepada yang dijanjikan.
Macam-macam Shaum Sunah yang dicontohkan Rasulullah SAW
Berikut ini adalah macam-macam shaum sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW
1.Shaum Muharram dan Sya’ban
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Puasa yang paling utama sesudah puasa pada bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR.Muslim)
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata:”Tidak pernah Rasulullah SAW berpuasa adri suatu bulan yang lebih banyak dari pada bulan Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa penuh pada bulan Sya’ban.” Dan di dalam riwayat lain dikatakan:”Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban, kecuali sedikit (beberapa hari saja beliau tidak berpuasa). “ (HR./ Bukhari dan Muslim)
2.Shaum Dzul hijjah
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:”Tidak ada suatu hari dimana amal shalih lebih disukai Allah daripada dalam sepuluh hari permulaan bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, walaupun berjuang di jalan Allah?” Beliau bersabda :”Walaupun berjuang di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian ia tidak menginginkan balasan apa-apa dari yang telah dikorbankannya.” (HR Bukhari)
3.Shaum Arafah, Tasu’a dan Asyura
Dari Abu Qathadah ra., ia berkata: Rasulullah SAW, pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, kemudian beliau menjawab: “Puasa itu melebur dosa satu tahun yang lewat dan yang tinggal.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata:”Rasulullah SAW bersabda:”Sesungguhnya seandainya aku masih sampai pada tahun depan, niscaya aku akan puasa tasu’a pada hari ke sembilan (dari bulan Muharram).” (HR.Muslim)
Dari Abu Qathadah ra., bahwasannya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura, kemudian beliau menjawab: “Puasa itu dapat menebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR Muslim)
4.Shaum enam hari di bulan Syawal
Dari Abu Ayyub ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka puasa enam hari itu bagaikan puasa sepanjang
masa.” (HR. Muslim)
5.Shaum Senin-Kamis
Dari Abu Qathadah ra., dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”Amal perbuatan itu diserahkan (dilaporkan) pada hari Senin dan Kamis, karena itu aku suka apabila amalku dilaporkan dalam keadaan aku sedang berpuasa.” (HR. Muslim)
6.Shaum 3 hari tiap bulan
Dari Mu’adzah AL Adawiyyah bahwasannya ia pernah bertanya kepada “Aisyah ra.: “Adakah Rasulullah SAW berpuasa tiga hari setiap bulaj?” “’Aisyah menjawab:”Ya.” Sya (Mu’adzah) bertanya:”Dari bulan apakah beliau berpuasa?” “’Aisyah menjawab:”Saya tidak memperhatikan dari bulan yang manakah beliau berpuasa.” (HR Muslim)
Dari Abu Dzar ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu berpuasa tiga hari setiap bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas.” (HR.Turmudzi)
1.Shaum Muharram dan Sya’ban
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Puasa yang paling utama sesudah puasa pada bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR.Muslim)
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata:”Tidak pernah Rasulullah SAW berpuasa adri suatu bulan yang lebih banyak dari pada bulan Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa penuh pada bulan Sya’ban.” Dan di dalam riwayat lain dikatakan:”Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban, kecuali sedikit (beberapa hari saja beliau tidak berpuasa). “ (HR./ Bukhari dan Muslim)
2.Shaum Dzul hijjah
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:”Tidak ada suatu hari dimana amal shalih lebih disukai Allah daripada dalam sepuluh hari permulaan bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, walaupun berjuang di jalan Allah?” Beliau bersabda :”Walaupun berjuang di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian ia tidak menginginkan balasan apa-apa dari yang telah dikorbankannya.” (HR Bukhari)
3.Shaum Arafah, Tasu’a dan Asyura
Dari Abu Qathadah ra., ia berkata: Rasulullah SAW, pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, kemudian beliau menjawab: “Puasa itu melebur dosa satu tahun yang lewat dan yang tinggal.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata:”Rasulullah SAW bersabda:”Sesungguhnya seandainya aku masih sampai pada tahun depan, niscaya aku akan puasa tasu’a pada hari ke sembilan (dari bulan Muharram).” (HR.Muslim)
Dari Abu Qathadah ra., bahwasannya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura, kemudian beliau menjawab: “Puasa itu dapat menebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR Muslim)
4.Shaum enam hari di bulan Syawal
Dari Abu Ayyub ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka puasa enam hari itu bagaikan puasa sepanjang
masa.” (HR. Muslim)
5.Shaum Senin-Kamis
Dari Abu Qathadah ra., dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”Amal perbuatan itu diserahkan (dilaporkan) pada hari Senin dan Kamis, karena itu aku suka apabila amalku dilaporkan dalam keadaan aku sedang berpuasa.” (HR. Muslim)
6.Shaum 3 hari tiap bulan
Dari Mu’adzah AL Adawiyyah bahwasannya ia pernah bertanya kepada “Aisyah ra.: “Adakah Rasulullah SAW berpuasa tiga hari setiap bulaj?” “’Aisyah menjawab:”Ya.” Sya (Mu’adzah) bertanya:”Dari bulan apakah beliau berpuasa?” “’Aisyah menjawab:”Saya tidak memperhatikan dari bulan yang manakah beliau berpuasa.” (HR Muslim)
Dari Abu Dzar ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu berpuasa tiga hari setiap bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas.” (HR.Turmudzi)
Hikmah Shaum
Ibadah Shaum memiliki faidah yang banyak, diantaranya:
- Ibadah Shaum merupakan salah satu ketaatan yang sangat agung. Ia adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya. Dan ia adalah tujuan dalam melaksanakan amanat.
- Shaum mengandung makna sabar dengan ketiga jenisnya sekaligus; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari kemaksiatan kepada Allah dan sabar dalam menanggung takdir Allah yang tidak disukai.
- Orang yang melaksanakan shaum dapat merasakan sulitnya lapar sehingga ia dapat mengingat nikmat-nikmat Allah yang terus-menerus atas dirinya dan ia pun dapat mengingat saudara-saudaranya yang merasakan kelaparan terus-menerus.
- Pada shaum terdapat faidah kesehatan; shaum dapat mengistirahatkan lambung, memberinya kesempatan untuk tidak beroperasi sehingga dapat memulihkan kekuatannya.
Syarat Wajib dan Syarat Syah Shaum
Syarat wajib puasa antara lain ;
a) Beragama Islam.
b) Berakal sehat.
c) Mukallaf (sudah cukup umur atau baligh).
d) Mampu melaksanakannya.
Syarat sah shaum antara lain ;
a) Islam (tidak murtad).
b) Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan buruk).
c) Suci dari haid dan nifas
d) Mengetahui waktu diterimanya puasa.
a) Beragama Islam.
b) Berakal sehat.
c) Mukallaf (sudah cukup umur atau baligh).
d) Mampu melaksanakannya.
Syarat sah shaum antara lain ;
a) Islam (tidak murtad).
b) Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan buruk).
c) Suci dari haid dan nifas
d) Mengetahui waktu diterimanya puasa.
Pengertian Shaum
Puasa berasal dari kata al-saum (bentuk tunggal), al-shiyam (bentuk
jamak). Secara etimologi bermakna menahan diri dari sesuatu, baik dalam
bentuk perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan puasa secara terminology (makna istilah), ialah menahan diri
dari segala yang membatalkan, sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan niat karena Allah SWT. Ulama fiqih sepakat
mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari segala perbuatan yang
membatalkan, yang dilakukan oleh orang mukallaf pada siang hari.
Fungsi Hadist Terhadap Ajaran Islam
Berikut ini akan mengemukakan beberapa bukti jika hadist dapat menjelaskan segala sesuatu yang tertulis di kitab suci Al-Qur’an secara samar,global dan juga singkat mengenai Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam :
1. Shalat
Allah SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103) “Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).Membahas tentang shalat, ada beberapa anjuran Shalat Malam Sebelum Tidur yang bisa kita lakukan.Didalam ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rosulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).
2. Zakat
Allah SWT berfirman, “Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang yang rukuk (maksudnya sholat berjamaah).“ (QS. 2/Al-Baqoroh: 43) “Laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rosul (Muhammad), supaya kamu diberi rahmat.” (QS. 24/An-Nur: 56)Dari kedua ayat tersebut tidak menjelaskan dengan jelas barang seperti apa dan apa saja yang mesti dikeluarkan untuk zakatnya. Dan juga tidak ditegaskan jumlah minimal sebuah barang yang dikenakan untuk zakat, kapan waktu menunaikan zakat, persentasenya. Maka dari itu Rosulullah SAW. Bersabda : “Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun, maka zakatnya lima dirham. Jika engkau mempunyai emas 20 dinar dan telah engkau miliki selama satu tahun, maka wajib zakatnya 0,5 dinar.” (HR. Abu Dawud). Rosulullah SAW telah menegaskanl, “Tidaklah wajib zakat pada harta seseorang yang belum genap satu tahun dimilikinya.” Itu merupakan hukum tentang Zakat dalam islam yang sudah tertulis didalam Al-Qur’an dan diperjelas oleh sabda Rosulullah SAW.
Allah SWT berfirman, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah, adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. 3/Ali Imron: 97). Maksud dari ayat ini merupakan salah satunya sehat, bisa dan memiliki perbekalan yang cukup untuk melaksanakan ibadah dan juga untuk keluarga yang ditinggal dan juga dengan tersedianya transportasi serta dalam perjalanan yang cukup aman. (Baca juga tentang hukum zakat yang lain: Penerima zakat dan cara menghitung zakat maal)
Allah SWT juga berfirman, “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yangjauh.” (QS. 22/Al-Hajj: 27). Maksud dari “unta yang kurus” didalam ayat diatas merupakan penggambaran dari jauh dan juga beratnya proses perjalanan yang dapat ditempuh oleh para jama’ah.
Dikedua ayat diatas tidak terperinci bagaimana proses pelaksanaan ibadah haji ini serta kapan waktu yang tepat untuk pelaksanaan ibadah haji ini. Maka dari itu Rosulullah SAW memberikan beberapa contoh dan bersabda, “Ambillah dariku tentang cara mengerjakan haji. Mungkin aku tidak akan bertemu kamu setelah tahunku mi. “(HR. Muslim).
4. Hukuman Potong Tangan Untuk Yang Mencuri
Allah SWT berfirman, “Adapun orang pria maupun vanita yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atus perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana,” (QS. 5/Al-Maidah: 38) Ayat ini tidak menerangkan pengertian mencuri. Juga tidak menjelaskan berapa batas minimal barang yang dicuri sehingga harus dihukum potong tangan, dan tangan sebelah mana yang harus dipotong. Oleh karena itu Muhammad Rosulullah saw. menjelaskan, “Janganlah engkau memotong tangan pencuri, kecuali (karena mencuri barang) seharga seperempat dinar ke atas”. (HR. Muslim, Nasa`i, dan Ibnu Majah). (Baca juga : Qurban dan Aqiqah dan Kehidupan setelah menikah )Hadist merupakan sumber dari ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an, Maka hukum dalam mempelajari hadist merupakan hal yang wajib. Berikut dalamislam.com memaparkan beberapa bendapat dari para ulama mengenai wajibnya mempelajari hadist dan juga wajib mengamalkannya.
Al-Hakim sudah menegaskan, “Seandainya tidak banyak orang yang menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam dengan mudah roboh. Juga niscaya para ahli bid`ah berupaya membuat hadits maudhu dan memutar-balikkan sanad.” (Baca Juga :Sumber Syariat Islam)
- Imam Sufyan telah mengatakan, “Saya tidak mengenal ilmu yang utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah, selain ilmu hadits. Semua orang tentunya sangat memerlukan ilmu ini sampai pada masalah terkecil tentang tata cara makan dan juga minum.Dalam mempelajari hadits lebih utama dibandingkan dengan sholat (sunnah) dan puasa (sunnah), karena mempelajari ilmu ini adalah fardhu kifayah”. (Baca juga : Cara Menenangkan Hati Dalam Islam dan Menjaga Pandangan Mata Dari Lawan Jenis)
- Imam Sufyan juga telah mengatakan, bahwa Imam Syafi’i juga menuturkan, , “Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan juga memiliki keyakinan yang paling teguh. Tidak gemar menyiarkannya, kecuali orang-orang yang jujur dan juga bertakwa. Dan tidak dibenci memberitakannya selain oleh orang-orang munafik lagi celaka”.
Fungsi Hadist Terhadap Al Quran
Pada dasarnya, hadist
memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan
hukum-hukum dan hal lain yang ada di al Quran. Para ulama sepakat setiap
umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadist-hadist shahih. Dengan berpegang teguh kepada Al Quran dan Al hadist, niscaya hidup kita dijamin tidak akan tersesat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hadist memiliki peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai berikut:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan
sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi,
Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam
At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).Hadist memiliki peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai berikut:
- Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ
اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ
وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ
وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)- Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
- Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)
اِنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًا
مِنْ تَمَرٍاَوْ صَا عًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).- Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَاحَضَرَ اَحَدَ كُمْ
المَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرَالوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَ يْنِ وَاْلأَ
قْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى المُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
Pengertia Hadist
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
Manfaat Membaca Al Quran
1. Menjadi Manusia yang Baik
Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang yang terbaik diantara manusia adalah orang yang mau mempelajari dan mengajarkan Al-Quran, sesuai dengan sabdanya,
Oleh karena itu, orang yang terbaik didunia ini bukanlah orang-orang yang mempunyai derajat dan jabatan tinggi, bukan pula orang yang memiliki harta kekayaan yang berlebihan. Tetapi, orang terbaik disisi Allah SWT adalah orang yang mau belajar Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain.
2. Memberikan Kedamaian dan Ketenangan
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28, yang artinya :
3. Mendapatkan Sakinah, Rahmat, serta Dinaungi para Malaikat
Hal ini berdasar kepada HR. Muslim, yakni
4. Mendatangkan Syafa’at pada Hari Kiamat
5. Mendapatkan Pahala yang Banyak
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, yakni
6. Mendapatkan Derajat yang Lebih Tinggi
7. Penghilang Segala Keraguan
Al-Quran menjelaskan mana yang sesungguhnya benar, disertai penjelasan bukti-bukti yang ada. Kebenaran-Nya dengan sendirinya menghilangkan segala keraguan.
8. Hidup yang Seimbang
Al-Quran menuntun kita untuk bersikap moderat (seimbang) dalam segala hal. Melarang kita untuk berlebih-lebihan.
9. Terbebas dari Aduan Rasulullah SAW
Pada hari kiamat ada beberapa manusia yang akan diadukan oleh Rasulullah SAW dihadapan Allah SWT. Namun, jika kita terus membaca dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Quran maka kita akan terbebas dari aduan tersebut.
10. Sebagai pelebur dosa
Alquran yang mengingatkan kita akan dosa-dosa dan mencegah kita terjerumus kembali kedalam perbuatan-perbuatan yang menimbulkan dosa.
11. Dipenuhi rasa tenang
Orang yang membaca Al-Quran akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan, disaat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
12. Memudahkan segala rizki
Manfaat alquran akan membuka pintu keberkahan, memperkuat keimanan, ketaqwaan dan penjagaan diri.
13. Mendapatkan Banyak Nikmat
Asy Syahid Sayyid Quthub mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya,
14. Membersihkan Penyakit Hati
Penyakit hati adalah penyakit yang bersifat batiniyah atau rohaniyah. Contoh penyakit hati seperti, sombong, riya, tamak, dan lain sebagainya. Dengan membaca Al-Quran, penyakit hati secara perlahan dapat dibersihkan. Hal ini sesuai dengan Hadits Baihaqi dari Abdullah bin Umar, yakni
Seorang sahabat bertanya, bagaimana cara menghilangkan karat tersebut, ya Rasulullah ? Beliau menjawab :
Didalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang menjelaskan bahwa ia bisa menjadi obat penawar penyakit yang ada dalam dada. Yang dimaksud dengan penyakit yang ada dalam dada adalah penyakit
hati.
15. Keutamaan dalam Meminta
Hal ini berdasar kepada HR. At-Turmudzi, yakni
16. Mengingat Allah SWT
Orang yang membaca Al-Quran akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
17. Kecukupan Nikmat
Orang yang membaca Al-Quran akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah SWT.
18. Mengurangi Ketegangan (stress)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ahmad Al Qadhi, direktur utama Islamic Muslim for Education and Research yang berpusat di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa bacaan Al-Quran menimbulkan efek relaksasi hingga 65 %. Al-Quran juga memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stress).
19. Mencegah dan Mengatasi Kepikunan
Membaca Al-Quran secara rutin dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kerja otak kita karena secara spiritual Al-Quran merupakan kumpulan wahyu yang sempurna yang menenangkan jiwa, meningkatkan keyakinan dan menyeimbangkan hidup manusia. Energi positif dari ayat-ayat Allah SWT ini dapat menjadi nutrisi otak yang paling berharga daripada sebuah obat.
20. Menghasilkan Ide yang Produktif, Menarik dan Inovatif
Dengan membaca Al-Quran, hati, jiwa dan pikiran menjadi terelaksasi sehingga kita dapat melihat sesuatu dengan jernih.
Tentunya, manfaat-manfaat membaca Al-Quran lebih luas dan lebih banyak daripada yang telah disebutkan diatas. Semoga dengan membaca artikel ini, kita bisa lebih mendekatkan dan membiasakan diri membaca Al-Quran untuk mendapatkan manfaat-manfaat yang akan berguna dimasa mendatang, baik didunia maupun diakhirat.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang yang terbaik diantara manusia adalah orang yang mau mempelajari dan mengajarkan Al-Quran, sesuai dengan sabdanya,
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan yang mengajarkannya“ (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, orang yang terbaik didunia ini bukanlah orang-orang yang mempunyai derajat dan jabatan tinggi, bukan pula orang yang memiliki harta kekayaan yang berlebihan. Tetapi, orang terbaik disisi Allah SWT adalah orang yang mau belajar Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain.
2. Memberikan Kedamaian dan Ketenangan
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28, yang artinya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram“
3. Mendapatkan Sakinah, Rahmat, serta Dinaungi para Malaikat
Hal ini berdasar kepada HR. Muslim, yakni
“Tidaklah suatu kaum berkumpul
disuatu masjid daripada masjid-masjid Allah, mereka membaca Al-Quran dan
mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenteraman, mereka
diliputi dengan rahmat, malaikat mengelilingi mereka dan Allah
menyebut-nyebut mereka dihadapan makhluk yang ada disisi-Nya.“
4. Mendatangkan Syafa’at pada Hari Kiamat
“Bacalah Al-Quran ! Sesungguhnya ia pada hari kiamat akan datang memberikan syafa’at kepada pembacanya“ ( HR. Muslim)
5. Mendapatkan Pahala yang Banyak
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, yakni
“Barang siapa yang membaca satu huruf
dari Kitabullah maka akan memperoleh satu kebaikan. Setiap satu
kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan
Alif Lam Mim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf
dan Mim satu huruf. “
6. Mendapatkan Derajat yang Lebih Tinggi
“Orang yang ahli dalam Al-Quran akan
bersama dengan para malaikat pencatat yang mulia lagi taat. Dan orang
yang terbata-bata membaca Al-Quran dan dia bersusah payah
mempelajarinya, maka baginya dua pahala.“ (HR. Bukhari)
7. Penghilang Segala Keraguan
Al-Quran menjelaskan mana yang sesungguhnya benar, disertai penjelasan bukti-bukti yang ada. Kebenaran-Nya dengan sendirinya menghilangkan segala keraguan.
8. Hidup yang Seimbang
Al-Quran menuntun kita untuk bersikap moderat (seimbang) dalam segala hal. Melarang kita untuk berlebih-lebihan.
9. Terbebas dari Aduan Rasulullah SAW
Pada hari kiamat ada beberapa manusia yang akan diadukan oleh Rasulullah SAW dihadapan Allah SWT. Namun, jika kita terus membaca dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Quran maka kita akan terbebas dari aduan tersebut.
10. Sebagai pelebur dosa
Alquran yang mengingatkan kita akan dosa-dosa dan mencegah kita terjerumus kembali kedalam perbuatan-perbuatan yang menimbulkan dosa.
11. Dipenuhi rasa tenang
Orang yang membaca Al-Quran akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan, disaat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
12. Memudahkan segala rizki
Manfaat alquran akan membuka pintu keberkahan, memperkuat keimanan, ketaqwaan dan penjagaan diri.
13. Mendapatkan Banyak Nikmat
Asy Syahid Sayyid Quthub mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya,
“Hidup dalam naungan Al-Quran adalah
nikmat. Nikmat yang hanya diketahui oleh siapa yang telah merasakannya.
Nikmat yang akan menambah usia, memberkahi dan menyucikannya.“
14. Membersihkan Penyakit Hati
Penyakit hati adalah penyakit yang bersifat batiniyah atau rohaniyah. Contoh penyakit hati seperti, sombong, riya, tamak, dan lain sebagainya. Dengan membaca Al-Quran, penyakit hati secara perlahan dapat dibersihkan. Hal ini sesuai dengan Hadits Baihaqi dari Abdullah bin Umar, yakni
“Sesungguhnya hati ini (bisa) berkarat sebagaimana besi apabila terkena air. “
Seorang sahabat bertanya, bagaimana cara menghilangkan karat tersebut, ya Rasulullah ? Beliau menjawab :
“Perbanyak dzikir dan membaca Al-Quran.“
Didalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang menjelaskan bahwa ia bisa menjadi obat penawar penyakit yang ada dalam dada. Yang dimaksud dengan penyakit yang ada dalam dada adalah penyakit
hati.
15. Keutamaan dalam Meminta
Hal ini berdasar kepada HR. At-Turmudzi, yakni
“Siapa saja yang disibukkan oleh
Al-Quran dalam rangka berdzikir kepada-Ku, dan memohon kepada-Ku,
niscaya Aku akan berikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang
telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan
Keutamaannya Kalam Allah daripada seluruh Kalam selain-Nya, seperti
keutamaan Allah atas makhluk-Nya.“
16. Mengingat Allah SWT
Orang yang membaca Al-Quran akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
17. Kecukupan Nikmat
Orang yang membaca Al-Quran akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah SWT.
18. Mengurangi Ketegangan (stress)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ahmad Al Qadhi, direktur utama Islamic Muslim for Education and Research yang berpusat di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa bacaan Al-Quran menimbulkan efek relaksasi hingga 65 %. Al-Quran juga memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stress).
19. Mencegah dan Mengatasi Kepikunan
Membaca Al-Quran secara rutin dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kerja otak kita karena secara spiritual Al-Quran merupakan kumpulan wahyu yang sempurna yang menenangkan jiwa, meningkatkan keyakinan dan menyeimbangkan hidup manusia. Energi positif dari ayat-ayat Allah SWT ini dapat menjadi nutrisi otak yang paling berharga daripada sebuah obat.
20. Menghasilkan Ide yang Produktif, Menarik dan Inovatif
Dengan membaca Al-Quran, hati, jiwa dan pikiran menjadi terelaksasi sehingga kita dapat melihat sesuatu dengan jernih.
Tentunya, manfaat-manfaat membaca Al-Quran lebih luas dan lebih banyak daripada yang telah disebutkan diatas. Semoga dengan membaca artikel ini, kita bisa lebih mendekatkan dan membiasakan diri membaca Al-Quran untuk mendapatkan manfaat-manfaat yang akan berguna dimasa mendatang, baik didunia maupun diakhirat.
Struktur Pembagian Al Quran
1. Surah, ayat dan ruku’
Al-Qur’an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surah akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surah terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku’ yang membahas tema atau topik tertentu.
2. Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
3. Juz dan Manzi
Dalam skema
pembagian lain, Al-Qur’an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama
yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang
ingin menuntaskan bacaan Al-Qur’an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain
yakni manzil memecah Al-Qur’an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian
bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki
hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
4. Jumlah Ayat
Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an terbagi menjadi empat bagian :
As Sab'uththiwaal (tujuh surah yang panjang) yakni surah Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam, Al Maa-idah dan Yunus.
Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Syu'ara, Hud, Yusuf, Al-Mu'min, As-Saffat, Ta Ha, An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Isra dan Al-Kahfi.
Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr. Maryam, Al-Waqi'ah, An-Naml, Az-Zukhruf, Al-Qasas, Shaad, Al-Mu'minun, Yasin dan sebagainya.
Al Mufashshal (surah-surah singkat), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya.
Tujuan Pokok Al Quran
Adapun Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQur’an sebagai berikut:
1. Akidah
akidah adalah keyakinan atau kepercayaan.Akidah islam adalah
keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh
setiap muslim.Dalam islam,akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal
untuk diyakini dalam hati seorang muslim.Akan tetapi,akidah tau kepercayaan
yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus mewujudkan dalam amal
perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang beriman.
2. Ibadah
dan Muamalah
Kandungan penting dalam Al-Qur’an adalah ibadah dean
muamallah.Menurut Al-ur’an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar
mereka beribadah kepada Allah.Seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Az,zariyat 51:56)
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk
sosial.manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi
.Komonikasi dengan Allah atau hablum minallah ,seperti shalat,membayar zakat
dan lainnya.Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minanas ,seperti
silahturahmi, jual beli, transaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan.
Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah, tata cara bermuamallah di
jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 82.
3. Hukum
Secara garis besar Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang
hukum seperti hukum perkawinan,hukum waris,hukum perjanjian,hukum pidana,hukum
musyawarah,hukum perang,hukum antar bangsa.
4. Akhlak
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral
.Akhlak,di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia,juga
menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya.Nabi
Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah
islamiyah,anhtara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
ajhlak.ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat
al-Qalam ayat 4.
5. Kisah-kisah
umat terdahulu
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menaruh
perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya.Bahkan,di dalamnya
terdapat satu surat yang di namaksn al-Qasas.Bukti lain adalah hampir semua
surat dalam Al-Qur’an memuat tentang kisah. Kisah para nabi dan umat terdahulu
yang diterangkan dalam Al-Qur’an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan
ayat 37-39.
Al-Qur’an
banyak mengimbau manusia untuk mengali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seperti dalam surat ar-Rad ayat 19 dan al zumar ayat: 9. Selain
kedua surat tersebut masih banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti dalam kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang
bermanfaat bagi kemjuan dan kesejahteraan umat manusia.
6. Isyarat
pengemban ilmu pengetahuan dan teknologi[13]
Langganan:
Postingan (Atom)
Macam-macam Shalat Wajib
1) Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Waktu pelaksanaa...
-
Zuhud artinya bersih atau suci hati dari berkehendakkan lebih dari keperluannya serta tidak bergantung kepada makhluk lain. Hatinya senti...
-
Kerja Keras artinya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal) k...
-
Takabur artinya berbangga diri / merasa lebih baik dari orang lain. Salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang takabur...